Cerpen tentang PJJ

 

Agen Perubahan

Bayang-bayang kejadian demi kejadian di media sosial tentang covid-19 merebak di televisi dan media sosial. Kumemutuskan untuk tidak membuka-buka medsos supaya kekhawatiranku tidak akan terjadi di Indonesia, apalagi terjadi di wilayahku. Namun seiring waktu virus itu mulai menggila ke negara tercinta ini. Virus tersebut menyebabkan semua aktifitas di luar rumah dibatasi.

Suara alarm ponselku membangunkan pukul 2.45 dini hari.

"Tok...tok..tok  ..." ku coba membangunkan anak-anakku untuk segera mendirikan sholat tahajud. Ketukannya cukup membuat anak-anakku tersentak dan langsung bangun.

Aku mau masuk syurga bersama keluarga, oleh karenanya ku berusaha mereka mengetuk pintu langit segera.

Anak gadisku keluar kamarnya, sambil mengucek-ngucek matanya yang masih kubil seraya berkata lirih padaku

 "bu jam berapa ini??, kaka masih ngantuk".

"Ayolah nak, lekas ambil wudhu dan tahajud dulu nanti juga ngantuknya hilang, jawabku".

"Ya bu". Sambil berjalan setengah lunglay menandakan sebetulnya anakku malas menuju kamar mandi.

"Bu, kaka ada jadwal zoom tiada hari tanpa ngezoom." Ucapnya sambil singkat gigi.

Seperti biasa anakku yang duduk di SMA kelas 2 belajar online melalui zoom meeting.

Tak lama kemuadian anak gadis keduaku bangun bak komandan upacara memberikan laporannya kepada pembina upacara,

"bu, dede juga BDR, di rumah Kaulan hari ini".

"Laporan ibu terima, siap!" Jawabku".

"Hehehe, ibu maah...kaget dede!" jawab anakku si hitam manis sambil tersipu malu.

Setelah hampir 10 bulan anak-anakku belajar di rumah karena pandemic  yang sedang merebak di Indonesia hingga ke daerah Bogor. Korban sudah banyak berjatuhan dan  cerita tentang covid-19 di media sangat gencar dan membuat kami sebagai orangtua sangat khawatir terhadap ganasnya virus ini. Meskipun keadaan mencekam tentang pandemic ini, rutinitas setiap hari selalu kuingatkan mereka agar selalu melakukan pembiasaan baik.

 

Kulirik sebentar ke kamar bungsuku yang masih mengenyam pendidikan di Taman Kanak-Kanak namun turut terimbas belajar di rumah.

“ Hmmm, di luar sudah terang  pukul 06.00 Kholilku masih memeluk guling kesayangannya padahal hari ini Kholil akan video call dengan bu gurunya…tapi biarlah tidurnya masih nyenyak.” Kuberbisik dalam hati. Selama pandemic semua aktifitas anak-anakku terpantau.

Sementara itu murid-muridku sebanyak 26 anak  sudah aku jadwalkan semalam di googleclassroom untuk mengisi pembiasaan paginya. Banyak aplikasi yang berikan kepada mereka agar mereka tak jenuh dalam mempelajri materi yang kuberi missal, aplikasi tembahan untuk mereka diantaranya: kahoot, quizziz, canva, kinemaster, dll. Aku tidak bisa memaksa mereka supaya mendapat nilai yang bagus, namun ku ingin mereka mendapatkan ketuntasan belajar meski hanya menunjukkan dalam perubahan sikap sekalipun.

Dari mulai mereka mengisi absen, melakukan  pembiasaan ibadah seperti: sholat, wirid harian, murojaah dan hafalan terbaru dari guru tahfidz  dan pengembangan karakter seperti Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), membantu orangtua dan melakukan rutinitas baik lainnya. Orangtua menyambut  positif tugas yang diberikan oleh walikelas. Mereka menyetorkan aktifitas perharinya di Google classroom salah satu media pembelajaran online yang terkenal di masa pandemic covid-19 ini.

Ponselku berbunyi tanda alarm aktif di pukul 07.00 WIB kuharus membuka kelas melalui wahat`s app group. Masing-masing memiliki kesibukan sendiri-sendiri pagi ini di rumah.

Satu rumah dengan berbagai kegiatan yang berbeda namun bertujuan sama yaitu learning from home.

“Seperti apakah sii rasanya memegang laptop??” kubertanya dalam diri. Ketika kumemegang laptop rasanya seperti ketagihan seperti makan donat yang rasanya manis, teksturnya lembut seperti bantal dan siapun yang melahapnya pasti ketagihan. Itulah yang kurasakan ketika awal membuka laptop. Seakan lupa waktu jam sudah menunjukan 07.30

               “aaargh, rasanya cepat sekali waktu ini berlalu, setengah jam hanya tekan beberapakali mouse di tangan kananku.”

Saatnya ku membuka undangan melalui zoom meeting. Rupanya muridku sudah tidak sabar menunggu aku sebarkan link zoom meeting di grup kelas.

               “Bu, ko belum muncul linknya?”

Salah satu muridku menagih link tersebut.

               “Sebentar yah, bu guru sebentar lagi share link nya.” Jawabku terketik di grup anak sholih sholiha 4A.

Tak lama aku share link undangan di grup.

               “Trimakasih bu, anak-anak dari tadi ni menunggu link”. Jawab salah seorang orangtua murid kelas 4a.

Sengaja kubuat dua grup yang satu berisi grup yang anggotanya ibunda kelas 4a dan grup satunya hanya berisi murid-murid yang telah memiliki ponsel pribadi.

Ku pindahkan jendela aplikasi zoom meeting. Tak lama setelah dibuka muridku satu persatu muncul di layar untuk menyapa. Sebelum masuk mereka harus mengucapkan salam dan menyebutkan nama.

               “sambil menunggu yang lainnya masuk, silahkan sebutkan nama ketika masuk room ya, anak-anak!” aku mengingatkan mereka

               “baik bu.” ucap mereka bersahutan.

5 menit setelah menunggun room zoom terpenuhi aku mulai membuka kelas.

               “Assalamualaikum temen-temen…apa kabar semuanya?” tanyaku setengah berteriak menndakan semangat pagiku.

Mereka menjawab dengan kompaknya: “Alhamdulillah luar biasa, tetap semangat, Allahu akbar!” pekik mereka lantang.

“Baiklah anak-anakku mari kita berdoa bersama dan murojaah surat al humazah.”

Murid-muridku mengikutinya dengan khusyu.

Seperti bisa ku menyapa mereka melalui zoom meeting, bertanya kabar atau bertanya mood mereka saat PJJ tentag kseulitannya semasa PJJ. Hal ini sering kulakukan agar aku tau mereka semangat atau bahkan jenuh menghadapi pembelajaran yang setiap hari mereka lakukan.

“Hari ini kita akan belajar mengenai keseimbangan lingkungan. Apakah kalian sudah siapkan bahan-bahannya? hari ini kita akan praktik membuat parasut!”

aku mencoba mengingatkan tugas yang harus mereka siapkan hari ini.

Mereka bergemuruh menjawab, “yey asik praktik!”

Ada pula  yang menjwab:  “Alhamdulillah bu sudah siap.”

Bima muridku yang talkactive tak ketinggalan.

“Alhamdulillah.., mari kita coba lakukan melalui video yang sudah bu guru buat ya, perhatikan dengan seksama langkah-lngkahnya.” Mereka praktik membuat periskop dibantu oleh orang dewasa yang ada di rumah.

Selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) inipun, aku tak melulu melaksanakan daring saja. Beberapa muridku terkendala sinyal di rumahnya. Mereka diberi pilihan untuk bisa belajar di sekolah yang biasa di sebut luring. Sekitar 5 anak yang terkendala sinyal setiap 3 kali dalam sepekan mengadakan  kunjungan sekolah.

Kebijakan yang diberikan oleh sekolahku daring, luring, dan kunjungan rumah.

Suara ponselku berbunyi kembali, tertanda ku harus bergegas ke sekolah. Rencana pagiku akan melaksanakan kunjungan rumah ke rumah salah seorang murid yang terkendala sinyal dan kendala lainnya Ruri salahsatu muridku  tidak diperkenankan oleh ke dua orang tuanya untuk berkunjung ke sekolah karena ancaman covid-19. Aku masih memaklumi jikalau orangtua yang sayang kepada anaknya pastilah akan melindungi buah hati semata wayangnya agar tak terkena ancaman virus ini.

Kumasih menunggu orang tua dari Ruri memberikan keterangan alamat pastinya melalui GPS di ponselku. Berkali ku buka aplikasi what`s app jalur pribadi, namun tak kunjung datang balasan pesan dari orangtuanya. Kupaksakan berangkat diantar oleh suamiku untuk mencari alamat yang dimaksud. Tujuanku hanya satu semoga Ruri mau menerimaku untuk bisa mengejar ketertinggalan pelajaran di kelas.

Ternyata gayung tak bersambut, kubertepuk sebelah tangan, ku menghela nafas panjang. Berkeliling ke tujuan yang dimaksud namun alamat pastinya tak kutemukan.

               “Bu, bagaimana ni..alamat  pastinya di mana? kita sudah satu jam berkeliling tapi ga ketemu juga.” Suamiku bernada kesal.

               “ya ayah, belum mengabari juga. Hp nya tidak aktif sepertinya.” Jawabku bernada lirih.

Sempat kecewa, namun ini adalah perjuangan menjadi seorang  guru yang menginginkan kebaikan untuk murid-muridnya. Tak ada yang sia-sia di sisi Allah jika semua yang kita lakukan diniatkan karena Allah. Guruku sering berpesan ini padaku.

Agar perjalanan ini berkesan untuk kami berdua, akhirnya kami memutuskan untuk mencari objek wisata daerah Ciapus Bogor. Untunglah pengantarku ini memiliki kegemaran sama yaitu travelling.

Tak sia-sia kami berdua mencari alamat  yang tak pasti tapi kami puas menemukan objek wisata bagus yang baru kami kunjungi.

Selama PJJ ini banyak sekali hal yang mengejutkan, perubahan sangat  tak terduga setiap hari, dari situasi tak terduga ini kita memang harus melakukan perubahan. Perubahan mau tidak mau kita harus jalani.  Dengan perubahan ini kita tidak mungkin hanya berdiam diri di sekolah. Pandemi  tidak hanya di Indonesia tapi juga di dunia. Sehingga akhirnya kita harus bisa menghadapi pembelajaran di masa depan itu seperti apa.

Siapa yang menduga tahun kmarin kita masih menjalani situasi yang sangat normal namun sekarang  aku mengajak semua pendidik agar siap menghadapi pembelajaran di masa yang akan datang dengan berbagai perubahan.  Semoga pandemik lekas berlalu dan kita semua siap menghadapi berbagai bentuk perubahan dengan belajar. Berani menjadi guru adalah berani menjadi orang yang pertama belajar.

Maka dari itu, beranilah menjadi Agen Perubahan di Masa Depan!!

 

Description: D:\POTO 4A (2016-2017)\IMG_1987.JPGBionarasi Penulis

Rauda Alia, S.Pd lahir pada tanggal 5 Februari di Bogor, Jawa Barat. Sekarang Ia mengajar di SD Insan Kamil Bogor. Ia memiliki hobi membaca dan travelling. Penulis dapat disapa melalui akun IG @raudaalia dan di nomor WA 081294911836

 

 

No comments:

Post a Comment

Berlibur ke Tanjung Lesung

  Banten- Kelelahan terbayar setelah hampir 4.30 jam perjalanan untuk sampai ke Tanjung Lesung. Tanjung Lesung terletak di Desa Tanjung Jawa...