Tuan Sang Pembawa Rindu

 

Tuan Sang Pembawa Rindu

 

            Kalian pernah dengar dialog dua insan yang sedang merindu? Dulu aku sering mendengar mama dan papa berbincang di telpon. Mereka saling mengungkapkan rindu yang bahkan sangat menggelikan saat terdengar. Seringkali aku mendecak, “dasar perbincangan orang dewasa. Aneh.”  Bahkan saat mama menutup teleponnya, beliau mengeluh masih merindukan papa. Astaga, apa setengah jam berbincang ria tidak cukup untuk mengobati rasa rindu tiga bulan kedepan?

            Tidak hanya mama, kak Devano juga sama halnya seperti mereka. Aku selalu mendengar percakapan tengah malam dengan kekasihnya. Dan jauh lebih aneh daripada kedua orangtuaku, mereka saling mengucapkan dan bertukar kata-kata manis, rasanya seperti mau muntah di tempat. Lebih parahnya lagi, mereka selalu bilang kangen padahal lima jam yang lalu baru mengelilingi Bogor bersama..

            “Kamu aneh kak, menurut logika gak ada baru bertemu lima jam yang lalu masa sudah kangen?” tanyaku protes.

            Kak Devano hanya tertawa kecil sambil mengelus rambutku, “Nanti juga kamu ngerti.”

            “Ih, nanti kapan? Aku butuh penjelasannya sekarang tahu!” masa bodoh terlihat keras kepala, tapi aku hanya ingin hal kecil itu bisa diterima oleh akal.

            “Dara, kalau cinta semua pakai logika mungkin orang-orang gak mau jatuh cinta. Sama halnya dengan rindu, buat apa Tuhan ciptakan hati? Ya itu… kamu bisa menerima hal-hal yang logika gak bisa terima.”

            Aku mengerutkan dahi, “Apaan sih kak Dev! Gak jelas banget. Pokoknya kalian semua aneh, cuman aku yang normal.”

            “Iya deh bocil,” ledek kak Devano sambil menjitak pelan kepalaku.

            “Aw!”

            “Cerita ya, Dara kalau suatu saat nanti kamu paham apa yang kakak jelaskan. Mungkin sekarang kamu masih terlalu kecil,” haduh iyalah kak Dev apa yang kakak harapkan dari bocil empat belas tahun.

            Tapi, dua tahun kemudian semuanya berubah. Tentang logika, tentang akal, bahkan pandanganku soal sesuatu, rindu. Hal itu sangat jelas saat seseorang dengan senyum semanis madu dan bola basketnya datang kedalam hidupku.

 

            Rabu, 23 2001

Hujan hari ini turun cukup deras, aku merapatkan sweater rajut berwarna mustard pemberian dia. Ternyata bandara Soekarno Hatta sore ini sangat ramai. Ngomong-ngomong aku pernah dengar dari seseorang, bandara itu banyak kisahnya. Ada ribuan kisah tentang kepergian dan kedatangan, kisah tentang rasanya berat melepas orang yang disayang, kisah tentang rela merelakan.

            Ah yang terakhir, tentang Rindu.

Pasti banyak yang sulit melepas atau bahkan tidak siap merindukan orang yang mereka sayang di stasiun penerbangan ini. Termasuk aku. Tapi kali ini dia pulang. Kami akan saling melepas rindu yang sudah terbendung sejak lama. Aku akan memeluknya kembali, mencium aroma yang aku rindukan selama lima tahun tidak bertemu.

            Iya… lima tahun. Bukan lima jam seperti kak Devano dan kekasihnya. Dan ya… aku kualat. Semua perkataan kak Devano benar. Menjadi budak cinta yang 1000 kali lipat mungkin lebih menggelikan.

            Aku membaca ulang chat kami kemarin. Dia janji akan datang dengan selamat.

            Tiba-tiba semua orang berkerumun cemas. Air wajah mereka seketika berubah menjadi muram. Tidak ada senyum sumringah seperti awal aku datang ke bandara ini. Bahkan banyak dari mereka menangis sejadi-jadinya.

            Ya Tuhan… perasaanku ikut tidak enak.

            “Permisi, ini ada apa ya?” tanyaku pada seorang wanita setengah baya. Ibu tersebut mulai menjelaskan. Kata demi kata aku simak dan pandanganku beralih ke sebuah televisi. “PESAWAT JT-610 JATUH 189 ORANG DIKABARKAN MENINGGAL."

            PYAAAR! Seketika pendengaran dan tatapanku berubah kosong. Aku tidak bisa mendengar apapun sekarang bahkan sekujur tubuhku lemas. Entah apa yang terakhir kali aku lihat, semuanya menjadi gelap.

 

***

            Hahaha, rasanya aneh ya? Aku nggak pernah berpikir kalau kita bisa sedekat ini. Padahal pertemuan kita tuh gak jelas tahu. Apalagi kesan pertama kamu ke aku “cewek dingin yang misterius” tapi kamu salah kan? Aku gak pernah bersikap dingin sedikitpun sama kamu.

            Enam tahun berjalan, aku menemukan orang yang benar-benar tepat dihidupku. Walaupun kita harus terhalang oleh jarak, tapi nyatanya kita gak pernah berpikir untuk berakhir meski seringkali kita cekcok atau bertengkar hebat. Dan di tahun yang genap ini, aku masih bisa melihat kamu. Walau yang aku lihat hanya gundukan tanah dan batu nisan. Hari itu, benar-benar gak bisa aku lupakan. Kamu janji mau kasih aku coklat waktu sampai bandara. Tapi mana? Kamu gak datang.

            Aku meletakkan buket bunga sembari berdoa, semoga kamu selalu diberikan ketenangan di alam sana. Sesampainya di rumah, perasaan hampa dan rindu kembali datang. Kubuka laci nakas dan mengambil secarik kertas beraroma citrus. Ini surat yang dia titipkan pada temannya sebelum keberangkatannya ke Indonesia. Entahlah, mereka yang mau pergi pasti selalu punya firasat kuat.

           

            Halo, Dara apa kabar?

 Sebelumnya selamat ulang tahun ya. Maaf aku ngucapinnya duluan karna aku gak tahu tahun baru aku masih ada atau engga hehe. Kalau surat ini sekarang sudah ditangan kamu… berarti aku sudah pulang.

Aku mau bilang banyak terimakasih, terimakasih pernah jadi bagian paling indah dihidup aku. Terimakasih telah menjadi pertama dan terakhir, aku paham cepat atau lambat pasti kita akan berpisah. Maaf selama ini aku buat kamu terlalu lama menunggu.

Dara… kalau aku bilang ini sekarang tolong jangan marah, tolong ikhlas ya? Maaf selama ini aku bohong kalau aku kuliah di negara orang. Engga, aku sakit. Semua badanku bengkak. Aku pergi karna aku mau sembuh, Ra. Aku pengen lihat kamu lebih lama lagi. Tapi sekarang aku mau pulang, aku sudah terlalu lelah. Toh pada akhirnya pasti aku akan pergi. Maaf jika nanti aku gak sekuat apa yang kamu kira. Maaf jika nanti hadir dalam fisik yang lemah.

Mencintai Dara bikin aku bahagia. Jika memang ada hari dimana bumi mendakwa aku untuk pergi, aku gak pernah bosan kalau aku sangat beruntung pernah milikin kamu. Terimakasih Tuhan saat aku minta bahagia, engkau beri wanita termanis yang pernah aku temui.

Osaka, 21 Desember

 

      Aku mendekap surat itu, lalu menangis sambil menyesali semuanya. Apa aku terlalu sibuk sampai gak tahu kalau kamu sakit? Maaf karna tanpa sadar sering mengabaikanmu ya. Dan pada akhirnya mau tak mau, suka tidak suka aku harus membuka lembaran baru. Satu hal yang paling berharga adalah kamu dan segala kenangan yang kita jalani bersama. Terimakasih sudah mengajarkan kesabaran, kesetiaan dan ketulusan. Kini aku harus mencoba melepaskan kamu. Kepergianmu adalah akhir kisah cinta kita paling happy ending. Berbagialah disana, aku selalu merindukanmu. Sekali lagi, terimakasih sudah hadir Tuan Sang Pembawa Rindu.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Cerpen tentang tubing

Kisah dari Si Penawar Rizki

Hujan gerimis kecil mengantarkan kita ke tempat cafe favorit kami. 

Aku dengan sobat lamaku bu Afiya berencana menikmati liburan di penghujung tahun di sini.

Yamaha unguku dengan setia melaju memecah beceknya jalanan ke arah desa Ciasihan kabupaten Bogor.

Sempat melipir di pinggiran jalan untuk berteduh sejenak. Agar pakaian suamiku tak terlalu kuyup di terpa gerimis kecil yang lama kelamaan menjadi deras.

"Ayo kita berteduh dulu, baju Abi basah ni!" Pinta suamiku

"Oke bi di depan toko itu kita berteduhnya."

Aku menyanggupi berhenti di pinggiran jalan depan toko kelontongan dekat pasar tradisional. Kami berharap hujan segera terhenti agar kami bisa melanjutkan perjalanan.

Hujan gerimis tak kunjung reda, namun kami sudah membayangkan bahwa kami ingin segera menikmati suasana kampung Ciasihan.

Disambut suara air sungai deras, bertanda kami segera sampai di cafe. Cafe Tubing namanya. Letaknya yang berada di turunan nama cafe ini mungkin terdengar unik karena tubing itu sendiri memiliki akronim dari turunan tebing. 

"Sudah sampai,ni!"

Teriak suamiku mengingatkan agar motor beat yang dikendarai bu afiyah dan suami untuk menghentikan lajunya.

"Oke siap bos!" Teriak pasangan serasi itu.

Terkesima terpancar dari wajah perempuan setengah baya beserta pasangannya laga-laganya bak pengantin baru.

Kursi-kursi makan masih tertata rapi menandakan cafe belum menerima pelanggan. Lantai cafe masih terlihat basah, agak licin juga ketika kami injak.

"Di sini aja tempatnya enak bisa lihat pemandangan ke bawah." Aku mengajak mereka untuk mendekat ke arah persawahan.

Bu Afiya pasrah saja karena dia terkesima dengan tempat ini.

"Ayo sayang kita si di sini aja duduknya."

Ajak si AA panggilan sayang kepada istrinya.

Medannya cukup terjal untuk mencapai cafe ini. Tapi tak sia-sia kami dapat tempat yang begitu pas di sini.

Makanan telah terpesan.  Ku mencari sahabatku yang tak di tempat duduknya.

"Kemana ni bu Afiya?"

Aku mencarinya karena makanan dan minum telah diantar oleh sang waitress muda.

Dari kejauhan ternyata mereka sudah tak sabar untuk mengambil kesempatan berfoto.

"MasyaAllah mantep banget tempat ini, bu!" pekikannya tertuju padaku memecah hening susana cafe ini.

" Iya atuh kalau milih tempat tu yang enak di mata, enak di kantong juga." Candaanku kepadanya. Terus terang cafe ini bagus dengan tawaran harga yang cukup terjangkau menurutku.

Pesanan makanan dan minuman sudah terhidang di meja. 

Tiba-tiba aku terusik oleh pekikan yang menyebut namaku. 

"Rauda Alia!!!"

Seisi ruangan itupun tertarik perhatiannya ke arah suara teriakan itu.

Aku sambut dengan membalas 

"Ika!!!"

Ya aku bertemu teman lamaku juga di sini.

"Ah dunia sempit sekali, sampai bisa bertemu teman kuliah di sini." Gumamku.

Kusambut jabatan tangannya menggambarkan rasa kangen pertemanan yang sudah lama terputus.

"Alhamdulillah bisa silahturrahim lagi ya kita, sambil tukar nomor what's app". Ungkap Ika teman lamaku.

Ika temanku melanjutkan acara dengan teman-teman SD nya dulu, sedangkan akupun melanjutkan ngobrol manfaat masih tema yang sama.

Kami bercengkrama cukup berbobot tentang masalah rizki.

Adi Ikomudin dengan usia 31 tahun cukup muda namun pengetahuan agamanya membuatku banyak tahu. Aktifitasnya mengajar dan dakwah membuatnya lebih terasah pengetahuannya di bidang agama jauh dibandingkan denganku. Pakaiannya yang sederhana dengan mengenakan peci bisa dikatakan dia seorang yang senang berbagi ilmu agama kepada orang lain.

Di sela- sela tausiyahnya beliau mengarahkan bahwa kita harus tahu bagaimana Allah memberikan rizki kepada manusia.

 "Rizki yang diberikan kepada manusia terlihat zhohir dan batin, ada yang nampak bisa terlihat olleh orang lain dan ada yg tak nampak yang hanya dirasakan oleh pribadi masing-masing. Dan umumnya manusia akan sangat mengharapkan rizki yang zhohir  katanya."

Beliau menambahkan juga rizki itu diberikan Allah kepada orang-orang yang Dia kehendaki apapun profesinya, bagaimanapun orang Allah akan beri asalkan mencari rizkinya dengan sungguh-sungguh. 

Dan ketika Allah beri rizki itu, yang membedakan satu dengan yang lainnya hanya rasa syukur.

Ya...rasa syukur tiap pribadi memang berbeda termasuk aku. Rasa syukurlah yang membuat ketentraman di dalam hati setiap manusia. 

Rasa pecutan di dalam diri ini ketika sudah menggelitik tentang mensyukuri nikmatNya. Semoga aku, kamu,  dan kita  semua yang membaca tulisanku ini selalu dihinggapi rasa syukur. Agar Allah menambahkan nikmatnya lebih dan lebih lagi.

hari ini ku bersyukur diberi kesempatan bertemu Adi dan istrinya yang bersedia membagikan ilmunya, jazakallah khoer atas kebersamaan ini.


Si cangkir putih

Si cangkir putih 


Cangkir bertatakan pisin

Terisi kopi pahit panas

Tertata di meja segi empat

Menghiasi pagiku

Suara desir angin semilir

Berhembus pelan

Di tepi sungai cikuluwung


Inspirasi kopiku

Mencari sepatah 2 patah kata

Mengisi pikiraanku

Lewat goresan 

pena digitalku menari

Kursor terisi dan terhapus

Merangkai kata

Mengolah emosi


Si cangkir kopi

Buatku menelisik hati

Sambil menikmati

Hijau dedaunan kanan kiri


Si cangkir kopi

Dari hangat mulai dingin

Tetap bisa kunikmati

Begitupun hidup

Kala senang sesaat

 brubah duka dalam sekejap


Si cangkir kopi

Membuat ku bersyukur

Indah hariku

Menikmati kenikmatanMu

Membawa berkah

Sekalian alam





Orang Baik

 Teruslah Menjadi Orang Baik

Ahad, 27 Desember 2020

By: Rauda

For: Orang Baik


Teruslah Menjadi Orang Baik


Orang baik selalu disapa

Orang baik selalu gembira

Orang baik  tak lupa menyapa

Orang baik tak pernah pura-pura


orang baik suka memberi

Orang baik suka menyayangi

Orang baik  tak suka kikir

Orang baik  tak suka mangkir


Orang baik selalu bahagia

Orang baik selalu ceria

Siapakah orang baik itu

Orang baik itu kamu




Cerpen WJLRC

Rindu WJLRC

Seharian rasa galau menghampiriku. Pesan di WA grup komunitas WJLRC kota bogor selalu masuk dalam posnselku. Tiap postingan memberikan informasi perkembangan tentang persiapan Launching. Ku mulai  mengetik   satu persatu huruf di ponselku.  Tentang berangkat atau tidaknya ke Bandung dengan kondisi fisik yang tidak terlalu   mendukung yang membuatku tak tenang. “Ya jadi” menandai persetujuan dengan diriku. Kebetulan acara besok menurutku sangat penting. Mengapa disebut penting? Esok hari ada kegiatan Launching West Java Leader`s Reading (Challane WJLRC). Sudah memasuki bulan ke-4, Aku bersama guru-guru perintis lainnya membimbing 35 anak dari kelas 4, 5, dan 6. Program pembiasaan membaca yang digalakkan oleh pemerintah Jawa Barat ini, membuatku banyak belajar dan bertambah pengalaman karenanya.  Rasa penasaranku terhadap implementasi Gerakan Literasi membuatku selalu menarik untuk lebih tahu. Pagi sesudah kuputuskan jadi berangkat.

Diantar dengan Yamaha Ungu, matahari belum menanmpakan senyumnya, rintik hujan sedikit membasahi wajahku ketika motorku berlari menuju rumah Nuri tempat kami janjian alias titik  point.

Sesampainya kami di tempat kami janjian berangkat. Apa yang terjadi? Waktu kami tiba di depan rumahnya ternyata Nuri baru selesai mandi, bahkan belum dandan (maklum perempuan kalau dandan tuu suka lama banget.

Duh, sebagai teman dekat, mungkin aku bisa memaklumi, tapi kalau keseringan sepertinya jengkel juga nii.

Yaa, kalau mau jadi orang yang menyenangkan berhentilah, jadi orang yang ga gesit biangnya lelet itu menyebalkan. Bangun lebih awal dan bisa merencanakan segala sesuatunya dengan baik.

Meski lewat waktu dari ekspektasi keberangkatan kita, kami bersiap berempat untuk pergi ke Bandung.

“Ah tak sabar hati ini melihat keadaan di sana. Apa yang akan kita lakukan disana, apa tujuan kita kesana, “mengapa penting banget sii acara ini?”, pertanyaan itu terus menghantui pikiranku.

Mobil Fortuner melaju dengan mulusnya ke arah Bandung, Alhamdulillah ku merasa sehat afiyat selama 4 jam perjalanan yang melelahkan. Sekitar pukul 08.00 kami tiba di tempat Launching WJLRC

Tempat ini memiliki lahan parkir yang memadai. Di sana sini terlihat orang lalu  lalang entah kesibukan apa yang mereka sedang lakukan. Ku langsung membawa rombongan ke tempat acara.

Aku, bu Lelly, bu Destri dan 2 anak muridku ikut serta dalam kegiatan ini.

Terdengar suara music penyambutan begitu meriahnya. Pakaian yang dikenakan  peserta penyambutpun beraneka warna, semua terlukis seperti pawai budaya, aku terlarut dalam suasana gegap gempita.

“bu, meriah banget hari ini yah!” salah seorang muridku dengan semangat tergambar di wajahnya.

“banget bil, liat deh ibu tertarik dengan orang yang menggunakan enggang itu, bias-bisanya dia naik ke bamboo setinggi itu yah!”

Hingar binger suara music tanda Launching  WJLRC gaung yang di gemakan untuk meningkatkan literasi terutama minat baca untuk anak SD, SMP, dan SMA.

Awal yang bagus, Pasca Kemendikbud meluncurkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) melalui PP Nomor 23 Tahun 2015 tentang penumbuhan budi pekerti, didapat salah satu butir penting dalam peraturan tersebut yaitu penumbuhan budaya baca diawali membaca 15 menit sebelum pembelajaran di mulai. Hal ini lalu langsung mendapatkan sambutan yang positif dari sekolah kami. Sebetulnya kegiatan GLS di SD Insan Kamil dipercaya sebagai perintis untuk Sekolah Dasar di Kota Bogor tahun 2016 melalui kegiatan West Java Leaders Reading Challenge (WJLRC). Kegiatan WJLRC saat itu adalah siswa melaporkan apa yang dibacanya melalui resume/ringkasan cerita kemudian melakukan kegiatan diskusi, tanya jawab serta pelaporan. Adapun jumlah buku dan halaman buku yang dibaca belum ditentukan kriteria minimalnya, yang menjadi titik berat disini adalah menumbuhkan minat baca anak dan pemahaman anak terhadap isi cerita yang dibacanya.

Aku dan guru-guru perintis di sekolah sangat bersemangat mengikuti program ini.

Setelah launching WJLRC sepekan kemudian aku bersama tim melaksanakan tantang membaca 1 bulan 10 buku.

Perjalanan menjalani tantangan ini tidaklah mudah. Aku harus membagi waktu dengan jam mengajar sehari-hari. Belum lagi pemilihan anak-anak yang ingin mengikuti kegiatan ini begitu banyak peminatnya. Akhirnya kuputuskan untuk mengadakan pengumuman bahwa yang memiliki 10 buku  cerita di rumah yang non teks maka murid tersebut berhak mengikuti tantangan membaca.

Sepekan ini aku harus membimbing muridku untuk membuat cara mereview buku. Perlu waktu memang, tapi kami para guru perintis berupaya agar mereka bias menerapkan review yang dikenalkan ishikawa fishbone, paragraph AIH, Y-Chart, dan Infografis.


Kenangan 19 Desember 2016

 


Cerpen tentang PJJ

 

Agen Perubahan

Bayang-bayang kejadian demi kejadian di media sosial tentang covid-19 merebak di televisi dan media sosial. Kumemutuskan untuk tidak membuka-buka medsos supaya kekhawatiranku tidak akan terjadi di Indonesia, apalagi terjadi di wilayahku. Namun seiring waktu virus itu mulai menggila ke negara tercinta ini. Virus tersebut menyebabkan semua aktifitas di luar rumah dibatasi.

Suara alarm ponselku membangunkan pukul 2.45 dini hari.

"Tok...tok..tok  ..." ku coba membangunkan anak-anakku untuk segera mendirikan sholat tahajud. Ketukannya cukup membuat anak-anakku tersentak dan langsung bangun.

Aku mau masuk syurga bersama keluarga, oleh karenanya ku berusaha mereka mengetuk pintu langit segera.

Anak gadisku keluar kamarnya, sambil mengucek-ngucek matanya yang masih kubil seraya berkata lirih padaku

 "bu jam berapa ini??, kaka masih ngantuk".

"Ayolah nak, lekas ambil wudhu dan tahajud dulu nanti juga ngantuknya hilang, jawabku".

"Ya bu". Sambil berjalan setengah lunglay menandakan sebetulnya anakku malas menuju kamar mandi.

"Bu, kaka ada jadwal zoom tiada hari tanpa ngezoom." Ucapnya sambil singkat gigi.

Seperti biasa anakku yang duduk di SMA kelas 2 belajar online melalui zoom meeting.

Tak lama kemuadian anak gadis keduaku bangun bak komandan upacara memberikan laporannya kepada pembina upacara,

"bu, dede juga BDR, di rumah Kaulan hari ini".

"Laporan ibu terima, siap!" Jawabku".

"Hehehe, ibu maah...kaget dede!" jawab anakku si hitam manis sambil tersipu malu.

Setelah hampir 10 bulan anak-anakku belajar di rumah karena pandemic  yang sedang merebak di Indonesia hingga ke daerah Bogor. Korban sudah banyak berjatuhan dan  cerita tentang covid-19 di media sangat gencar dan membuat kami sebagai orangtua sangat khawatir terhadap ganasnya virus ini. Meskipun keadaan mencekam tentang pandemic ini, rutinitas setiap hari selalu kuingatkan mereka agar selalu melakukan pembiasaan baik.

 

Kulirik sebentar ke kamar bungsuku yang masih mengenyam pendidikan di Taman Kanak-Kanak namun turut terimbas belajar di rumah.

“ Hmmm, di luar sudah terang  pukul 06.00 Kholilku masih memeluk guling kesayangannya padahal hari ini Kholil akan video call dengan bu gurunya…tapi biarlah tidurnya masih nyenyak.” Kuberbisik dalam hati. Selama pandemic semua aktifitas anak-anakku terpantau.

Sementara itu murid-muridku sebanyak 26 anak  sudah aku jadwalkan semalam di googleclassroom untuk mengisi pembiasaan paginya. Banyak aplikasi yang berikan kepada mereka agar mereka tak jenuh dalam mempelajri materi yang kuberi missal, aplikasi tembahan untuk mereka diantaranya: kahoot, quizziz, canva, kinemaster, dll. Aku tidak bisa memaksa mereka supaya mendapat nilai yang bagus, namun ku ingin mereka mendapatkan ketuntasan belajar meski hanya menunjukkan dalam perubahan sikap sekalipun.

Dari mulai mereka mengisi absen, melakukan  pembiasaan ibadah seperti: sholat, wirid harian, murojaah dan hafalan terbaru dari guru tahfidz  dan pengembangan karakter seperti Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), membantu orangtua dan melakukan rutinitas baik lainnya. Orangtua menyambut  positif tugas yang diberikan oleh walikelas. Mereka menyetorkan aktifitas perharinya di Google classroom salah satu media pembelajaran online yang terkenal di masa pandemic covid-19 ini.

Ponselku berbunyi tanda alarm aktif di pukul 07.00 WIB kuharus membuka kelas melalui wahat`s app group. Masing-masing memiliki kesibukan sendiri-sendiri pagi ini di rumah.

Satu rumah dengan berbagai kegiatan yang berbeda namun bertujuan sama yaitu learning from home.

“Seperti apakah sii rasanya memegang laptop??” kubertanya dalam diri. Ketika kumemegang laptop rasanya seperti ketagihan seperti makan donat yang rasanya manis, teksturnya lembut seperti bantal dan siapun yang melahapnya pasti ketagihan. Itulah yang kurasakan ketika awal membuka laptop. Seakan lupa waktu jam sudah menunjukan 07.30

               “aaargh, rasanya cepat sekali waktu ini berlalu, setengah jam hanya tekan beberapakali mouse di tangan kananku.”

Saatnya ku membuka undangan melalui zoom meeting. Rupanya muridku sudah tidak sabar menunggu aku sebarkan link zoom meeting di grup kelas.

               “Bu, ko belum muncul linknya?”

Salah satu muridku menagih link tersebut.

               “Sebentar yah, bu guru sebentar lagi share link nya.” Jawabku terketik di grup anak sholih sholiha 4A.

Tak lama aku share link undangan di grup.

               “Trimakasih bu, anak-anak dari tadi ni menunggu link”. Jawab salah seorang orangtua murid kelas 4a.

Sengaja kubuat dua grup yang satu berisi grup yang anggotanya ibunda kelas 4a dan grup satunya hanya berisi murid-murid yang telah memiliki ponsel pribadi.

Ku pindahkan jendela aplikasi zoom meeting. Tak lama setelah dibuka muridku satu persatu muncul di layar untuk menyapa. Sebelum masuk mereka harus mengucapkan salam dan menyebutkan nama.

               “sambil menunggu yang lainnya masuk, silahkan sebutkan nama ketika masuk room ya, anak-anak!” aku mengingatkan mereka

               “baik bu.” ucap mereka bersahutan.

5 menit setelah menunggun room zoom terpenuhi aku mulai membuka kelas.

               “Assalamualaikum temen-temen…apa kabar semuanya?” tanyaku setengah berteriak menndakan semangat pagiku.

Mereka menjawab dengan kompaknya: “Alhamdulillah luar biasa, tetap semangat, Allahu akbar!” pekik mereka lantang.

“Baiklah anak-anakku mari kita berdoa bersama dan murojaah surat al humazah.”

Murid-muridku mengikutinya dengan khusyu.

Seperti bisa ku menyapa mereka melalui zoom meeting, bertanya kabar atau bertanya mood mereka saat PJJ tentag kseulitannya semasa PJJ. Hal ini sering kulakukan agar aku tau mereka semangat atau bahkan jenuh menghadapi pembelajaran yang setiap hari mereka lakukan.

“Hari ini kita akan belajar mengenai keseimbangan lingkungan. Apakah kalian sudah siapkan bahan-bahannya? hari ini kita akan praktik membuat parasut!”

aku mencoba mengingatkan tugas yang harus mereka siapkan hari ini.

Mereka bergemuruh menjawab, “yey asik praktik!”

Ada pula  yang menjwab:  “Alhamdulillah bu sudah siap.”

Bima muridku yang talkactive tak ketinggalan.

“Alhamdulillah.., mari kita coba lakukan melalui video yang sudah bu guru buat ya, perhatikan dengan seksama langkah-lngkahnya.” Mereka praktik membuat periskop dibantu oleh orang dewasa yang ada di rumah.

Selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) inipun, aku tak melulu melaksanakan daring saja. Beberapa muridku terkendala sinyal di rumahnya. Mereka diberi pilihan untuk bisa belajar di sekolah yang biasa di sebut luring. Sekitar 5 anak yang terkendala sinyal setiap 3 kali dalam sepekan mengadakan  kunjungan sekolah.

Kebijakan yang diberikan oleh sekolahku daring, luring, dan kunjungan rumah.

Suara ponselku berbunyi kembali, tertanda ku harus bergegas ke sekolah. Rencana pagiku akan melaksanakan kunjungan rumah ke rumah salah seorang murid yang terkendala sinyal dan kendala lainnya Ruri salahsatu muridku  tidak diperkenankan oleh ke dua orang tuanya untuk berkunjung ke sekolah karena ancaman covid-19. Aku masih memaklumi jikalau orangtua yang sayang kepada anaknya pastilah akan melindungi buah hati semata wayangnya agar tak terkena ancaman virus ini.

Kumasih menunggu orang tua dari Ruri memberikan keterangan alamat pastinya melalui GPS di ponselku. Berkali ku buka aplikasi what`s app jalur pribadi, namun tak kunjung datang balasan pesan dari orangtuanya. Kupaksakan berangkat diantar oleh suamiku untuk mencari alamat yang dimaksud. Tujuanku hanya satu semoga Ruri mau menerimaku untuk bisa mengejar ketertinggalan pelajaran di kelas.

Ternyata gayung tak bersambut, kubertepuk sebelah tangan, ku menghela nafas panjang. Berkeliling ke tujuan yang dimaksud namun alamat pastinya tak kutemukan.

               “Bu, bagaimana ni..alamat  pastinya di mana? kita sudah satu jam berkeliling tapi ga ketemu juga.” Suamiku bernada kesal.

               “ya ayah, belum mengabari juga. Hp nya tidak aktif sepertinya.” Jawabku bernada lirih.

Sempat kecewa, namun ini adalah perjuangan menjadi seorang  guru yang menginginkan kebaikan untuk murid-muridnya. Tak ada yang sia-sia di sisi Allah jika semua yang kita lakukan diniatkan karena Allah. Guruku sering berpesan ini padaku.

Agar perjalanan ini berkesan untuk kami berdua, akhirnya kami memutuskan untuk mencari objek wisata daerah Ciapus Bogor. Untunglah pengantarku ini memiliki kegemaran sama yaitu travelling.

Tak sia-sia kami berdua mencari alamat  yang tak pasti tapi kami puas menemukan objek wisata bagus yang baru kami kunjungi.

Selama PJJ ini banyak sekali hal yang mengejutkan, perubahan sangat  tak terduga setiap hari, dari situasi tak terduga ini kita memang harus melakukan perubahan. Perubahan mau tidak mau kita harus jalani.  Dengan perubahan ini kita tidak mungkin hanya berdiam diri di sekolah. Pandemi  tidak hanya di Indonesia tapi juga di dunia. Sehingga akhirnya kita harus bisa menghadapi pembelajaran di masa depan itu seperti apa.

Siapa yang menduga tahun kmarin kita masih menjalani situasi yang sangat normal namun sekarang  aku mengajak semua pendidik agar siap menghadapi pembelajaran di masa yang akan datang dengan berbagai perubahan.  Semoga pandemik lekas berlalu dan kita semua siap menghadapi berbagai bentuk perubahan dengan belajar. Berani menjadi guru adalah berani menjadi orang yang pertama belajar.

Maka dari itu, beranilah menjadi Agen Perubahan di Masa Depan!!

 

Description: D:\POTO 4A (2016-2017)\IMG_1987.JPGBionarasi Penulis

Rauda Alia, S.Pd lahir pada tanggal 5 Februari di Bogor, Jawa Barat. Sekarang Ia mengajar di SD Insan Kamil Bogor. Ia memiliki hobi membaca dan travelling. Penulis dapat disapa melalui akun IG @raudaalia dan di nomor WA 081294911836

 

 

tulisan tentang kematian

Dramaga Pratama, 27 Desember 2020


Muhasabah Sebelum Tidur

Kata yang teramat dekat dengan kita

Maut…kematian…ajal…

Tiga kata sakral

Mungkin terbiasa kita mendengarnya

Namun hali ini menjadi pecutan untuk diri

Apakah kusiap menghadapinya?

Apakah bekalku cukup?

Ya, bagi sebagian orang menggap mati itu adalah hal yang wajar

Pasti akan dialami setia makhluk

Kullu nafsin zaaiqotul maut

Astagfirullah…

Sungguh hina diri ini

Matipun saja aku takut menghadapinya

Bukan tak siap ketika malaikat ijroil datang…bukan itu

Tapi apakah kematianku dalam keadaan baik bisa juga buruk

Sungguh aku takut …sangat takut jika ajalku nanti

Tak berujung pada kesenangan, kelapangan kubur

Ya Allah wafatkan kami dalam keadaan husnul Khotimah

Puisi Pagiku

Pagiku

Gajrug, 27 Desember 2020


 Suasana pagi segar menyapa

Indahnya kampung gajrug

Ranum manggis dtengah kebun

Menghiasi sepanjang jalan

Bau asap hawu semilir

Singgah di hidungku

Suguhan kopi kupu-kupu

Diawal pagi disertai

Suara ayam jago

Berkokok merdu 

Menambah lengkap pagiku


Ini pagiku, mana pagimu?

Berlibur ke Tanjung Lesung

  Banten- Kelelahan terbayar setelah hampir 4.30 jam perjalanan untuk sampai ke Tanjung Lesung. Tanjung Lesung terletak di Desa Tanjung Jawa...